Katanya, bahagia itu milik siapa
saja. Iya tidak?
Tadinya ku pikir tidak. Bahagia
itu adalah milik mereka yang tidak perlu khawatir tentang besok pagi. Bahagia
itu adalah milik mereka yang bisa pergi kemanapun dan kapanpun. Bahagia itu
adalah milik mereka yang bisa melakukan apapun yang mereka mau. Bahagia itu
bersyarat. Sementara aku, tidak punya apapun dari semua syarat itu. Jadi, apa
alasannya aku bahagia?
Dia.
Malam ketika aku bertemu
dengannya, adalah kali pertama aku tahu seperti apa bahagia. Dia membawa
bahagia bersamanya. Tidak ada yang spesial, dia sama seperti orang-orang
jalanan pada umumnya. Tapi, dia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh kami.
Wajahnya yang damai.
Tidak perlu alasan bagiku untuk
selalu dekat-dekat dengannya, kecuali karena aku bisa merasakan damai. Jadilah
aku selalu menguntitinya kemana pergi.
Setahun, sampai kami betul-betul
dekat. Setiap hari dalam setahun, tidak ada satupun yang alfa dari cerita
menyenangkan dengannya. Dia itu selalu konyol, dan kadangkala tidak masuk akal.
Pernah suatu kali, dia mengajakku berkencan. Ya kencan yang romantis.
Apa yang kamu bayangkan? Bukan,
dia tidak memberiku bunga atau cokelat. Tapi dia memberanikan diri berdiri di
tepian sebuah kolam yang kami namakan bundaran HI.Sekuat-kuatnya, dia memekik
“AKU SAYANG KAMU!!!” lalu
meceburkan diri. Apalagi selanjutnya? Petugas keamanan datang dan
mengejar-ngejar kami.
Dia selalu penuh kejutan, atau
menurutku dialah kejutannya. Aku ingat dia pernah bertanya,
‘dik, apaa yang kamu harapkan
jika menikah?’
‘walaupun tidak mewah, aku selalu
ingin pernikahanku dihadiri banyak orang.’
Dan diapun mewujudkannya.
Hari itu, dia membawaku ke suatu
tempat. Tidak memberi tahu kemana dan hendak apa. Di sana ada banyak pasangan tengah
memakai jas dan gaun pengantin lalu berpose di depan kamera, ternyata sebuah
pameran gaun pengantin.
‘Dik, ikut perlombaan yuk?
Katanya pasangan yang paling serasi akan dapat hadiah’ aku menurut saja.
Jadilah kami berpose di depan kamera, bergaya layaknya sepasang pengantin yang
bahagia. Aku memang bahagia, apalagi saat tiba-tiba dia mengeluarkan cincin
dari sakunya.
‘Dik, aku mau kamu menjadi
pasanganku. Bukan hanya hari ini, tapi sampai besok dan selamanya’
Semua orang bertepuk, riuh rendah
terlebih ketika beberapa orang maju ke depan dan membantu prosesi pernikahan
lainnya. Dia memberikan hadiah paling indah hari itu.
***
“Tapi dia tidak seromantis ayah, Bu.”
“Pria romantis itu banyak, tapi yang akan betul-betul
menyentuh hatimu cuma satu.”
“Tapi bu, aku takut. Kami selalu bertengkar karena hal-hal
sepele. Bagaimana rumah tangga kami ke depannya?”
“Hmm..anakku, ketika ada
seseorang yang membuatmu sangat hidup, apapun akan kamu lakukan untuk
mempertahankannya, bukan? Itu alasannya mengapa aku memilih ayahmu. Dan aku
tahu, alasan yang sama berlaku untukmu.Dalam setiap pertengkaran, selalu ada
kasih sayang yang melatarinya, yang perlu kalian cari tahu dimana semua bahagia
itu kalian simpan. Sudah waktunya tidur anakku, besok temui dia dan bicarakan
masalah kalian baik-baik” ku kecup keningnya kemudian berlalu.
Sebelum menutup pintu, ku
sempatkan menatapnya sekilas.
‘Puteri kecil kita sudah menemukan
bahagianya’ batinku tersenyum.
Ku temui kamu di ruangan satunya,
tengah tertidur pulas. Wajah damaimu itu, aku tidak pernah bosan memandangnya.Wajah yang
ku temukan sejak 30 tahun lalu, sampai hari ini masih terlihat sama saja.
‘terimakasih sudah melengkapi
syarat bahagiaku’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar