Minggu, 10 Mei 2015

The abstract of me


Tidak jelas sejak kapan kita berkenalan. Setahuku, kau sudah ada sejak aku masih baru bisa mengeja. Kau temanku satu-satunya. Aku hanya tahu, orang-orang akan memandang aneh padaku, pada kita.

Mama senang sekali melihatku bersamamu. Tapi papa tidak, matanya geram melihat kau berada di dekatku. Papa tidak pernah mengerti, aku tahu. Selalu mama yang mencegatnya jika papa mulai bertingkah aneh hendak melerai kita berdua.

Aku tidak punya teman lain, cuma kamu. Menurutku pun cukup kita saja, tidak perlu orang ketiga. Omong-omong, kita sudah dewasa. Sudah masuk SMA sekarang. Aku tumbuh seperti seorang lelaki, memang seharusnya bukan? Tapi jangan bilang seperti papa, karena papa tidak pernah mau disebut mirip denganku.

“Ma, kenapa papa selalu begitu?”
“Biarkan saja. Papamu hanya belum mengerti.”



Aku bosan menunggu papa mengerti,seperti bosa melihat orang-orang yang selalu melempar pandangan aneh pada kita berdua. Lama-lama, aku bertanya juga.
‘Apa yang salah?’
Penasaran, aku bertanya pada salah seorang teman sekelas kita. Katanya, aku harus menjauh darimu.
Maafkan aku, aku cuma ingin tahu. Jadi, hari ini ku coba menjauhimu sedikit. Aku berjalan sendirian, tidak menyapamu. Sekali lagi maafkan aku, aku hanya ingin tahu.

Hanya satu hari saja, ku coba menjauh darimu. Aku berhasil membuat mereka memandang takjub padaku. Mereka mendekatiku, mengajakku ke kantin, mengajakku mengobrol. Hei, aku senang!

Tapi, dalam hati aku tetap tidak bisa lepas darimu. Sepulang sekolah, aku berlari-lari mencarimu. Di kamar,  biasaya aku selalu bisa menemukanmu. Tapi hari ini hanya ada aku sendiri di sana, di dalam cermin.Mengenakan seragam SMA lengan pendek dan celana panjang. 
Bukan lagi seragam SMA lengan panjang dengan rok selutut. Ya, aku tampil seperti seorang laki-laki hari ini. Aku bangga sebetulnya, tapi bagaimana caranya aku lepas darimu? Kau sudah terlalu lama lekat padaku, sisi perempuanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar